SURAUMU RINDUKU
: pro An…
ketika pagi mengendap dalam sekental kopi
kudengar nafirimu meruapkan melati
sementara, pada pucuk-pucuk tembakau
nafasmu bersembunyi
dulu, rumahmu adalah surau
tempatku mengaji dan berpuisi
pada pekat malam
wajahmu selalu rembulan
ketika sore menjemput senja di teras depan
di ufuk maghrib suara suraumu nampak parau
dari dalam kudengar ribuan kicau
tak hanya tutur kiai dan anggukan santri
tapi janji politisi yang berapi-api
sambil melepas sarung mereka sendiri
surauku
rayap usiamu semakin dewasa
bilik-bilikmu berubah warna
selain merah-putih
abu-abu, biru, kuning dan hijau juga lukisannya
surauku, surauku
rinduku telah rampung
kembalikan aku pada alifmu
meski hanya dengan basmalah
kau telah merenda silsilah dan sejarah
o, surauku
kemana burung-burung itu akan mengaji
jika lembaran-lembaran kitabmu tak hijau lagi
Malang, Juni 2008 (published by hamiddin)
HIJAU-TEMBAKAU
ALIFMU
Telah kukecup
jejak kakimu
dengan legam
bibir kelamku
berharap datang
cahaya kalbu
seperti
sabda-sabda pendahulu
purnama akan
selalu dirindu
Aku hendak
menyeberangi kali
tapi tanganku
tak gapai matahari
bersama batu
yang selalu mengasuh dahaga doamu
Aku tumbuh
sehijau-tembakau alifmu.
Luk-Guluk, 8
Agustus 2009 (by Hamiddin)
SEBIJI JAGUNG
Di atas
rumah-tanah
rumput-rumput
kemarau menunggumu hijrah
dan di batu
berepitaf
sebait pepatahmu
telah i’tikaf
“anakku, kelak
kau dewasa, jangan jadi jagung biger1)
ditanam tak
tumbuh, dimakan perut mengeluh”
Ayah,
bersama tanah
liat
silam kalammu
menjadi kiblat
ketika jalan
menuju sesat
dan aku takkan
jadi sebiji jagung itu
itulah
sumpahku....
Luk-Guluk, 8
Agustus 2009 (hamiddin)
1) Jagung goreng
setengah matang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar