Rabu, 21 Maret 2012

Suaraumu Rinduku, Hijau-Tembakau AlifMu, Sebji Jagung


SURAUMU RINDUKU
: pro An…

ketika pagi mengendap dalam sekental kopi
kudengar nafirimu meruapkan melati
sementara, pada pucuk-pucuk tembakau
nafasmu bersembunyi

dulu, rumahmu adalah surau
tempatku mengaji dan berpuisi
pada pekat malam
wajahmu selalu rembulan

ketika sore menjemput senja di teras depan
di ufuk maghrib suara suraumu nampak parau
dari dalam kudengar ribuan kicau
tak hanya tutur kiai dan anggukan santri
tapi janji politisi yang berapi-api
sambil melepas sarung mereka sendiri

surauku
rayap usiamu semakin dewasa
bilik-bilikmu berubah warna
selain merah-putih
abu-abu, biru, kuning dan hijau juga lukisannya

surauku, surauku
rinduku telah rampung
kembalikan aku pada alifmu
meski hanya dengan basmalah
kau telah merenda silsilah dan sejarah

o, surauku
kemana burung-burung itu akan mengaji
jika lembaran-lembaran kitabmu tak hijau lagi

Malang, Juni 2008 (published by hamiddin)


HIJAU-TEMBAKAU ALIFMU

Telah kukecup jejak kakimu
dengan legam bibir kelamku
berharap datang cahaya kalbu
seperti sabda-sabda pendahulu
purnama akan selalu dirindu

Aku hendak menyeberangi kali
tapi tanganku tak gapai matahari
bersama batu yang selalu mengasuh dahaga doamu
Aku tumbuh sehijau-tembakau alifmu.

Luk-Guluk, 8 Agustus 2009 (by Hamiddin)



SEBIJI JAGUNG

Di atas rumah-tanah
rumput-rumput kemarau menunggumu hijrah
dan di batu berepitaf
sebait pepatahmu telah i’tikaf
“anakku, kelak kau dewasa, jangan jadi jagung biger1)
ditanam tak tumbuh, dimakan perut mengeluh

Ayah,
bersama tanah liat
silam kalammu menjadi kiblat
ketika jalan menuju sesat
dan aku takkan jadi sebiji jagung itu
itulah sumpahku....

Luk-Guluk, 8 Agustus 2009 (hamiddin)

1) Jagung goreng setengah matang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar